Tuesday, April 22, 2008

Seminar Tulisan

Dokumen diseberang Lautan, Saat Sejarah butuh Data
Oleh: Elsya Crownia

Penelitian sejarah, dikumpulkan oleh Ikatan Seni Batavia dan Ilmu Pengetahuan yang didirikan oleh sekelompok pegawai VOC pada tahun 1778, awalnya bertujuan untuk menyimpan arsip-arsip, benda-benda rampasan Perang. Didirikannya kelompok Ikatan Seni Batavia dan Ilmu Pengetahuan dari berbagai organisasi antara lain ilmu pengetahuan, seni, teater, dan sastra yang tidak hanya memandang aspek local dan aspek nasional tetapi juga memandang aspek social budaya masyarakat.
Hans Corob dalam makalahnya, menjabarkan bahwa Corner Robert Marker mengusulkan bahwa Batavia harus memiliki kelompok khusus yang dinamakan dengan “ Ikatan Seni Batavia dan Ilmu Pengetahuan, kemudian VOC memberikan izin namun terjadi konflik, disebabkan oleh kelompok lain yang menyebabkan tujuan mereka untuk berdagang dan menjajah tidak tersentuh.
Ada beberapa tujuan mendirikan Ikatan Seni Batavia dan Ilmu Pengetahuan antara lain pertama, ikatana tidak ikut campur dengan urusan VOC. Kedua, memajukan seni dan pengetahuan agar dapat dipelajari data-data dan arsip-arsip kesejarahan. Ketiga, mempelajari sejarah, arkeologi, pertanian, teknologi, dan berbagai koleksi benda-benda langka dari berbagai macam flora, fauna, etnis, naskah dan budaya di Indonesia. Desember tahun 1778 ( kurang lebih 230 tahun yang lalu) Rafles menyewa rumah untuk dijadikan museum.
Berdasarkan koleksi dan pendataan wilayah VOC ditemukan pada tahun 1926 dipimpin oleh orang Belanda ( nama tidak diketahui), 1936 ( kurang lebih 160 tahun yang lalu) ikatan dipimpin oleh orang Indonesia yaitu Prof. Dr. Husein Djajadiningrat, namun setelah dia meninggal Ikatan mengalami pasang surut. Sedangkan pada tahun 1911, Raffles membuat koleksi untuk kapal Loaden, yang sedang membawa benda-benda arkeologis dan seni. Saat itu ikatan mendapat subsidi dari pemerintah dan pada saat itu Rafles mendirikan bangunan khusus untuk menyimpan benda-benda koleksi.
Bentuk subsidi pemerintahan VOC antara lain dalam bentuk jasa, gedung, sewa rumah ( 1914 dan tahun 1962 menentukan lokasi museum, sedangkan tahun 1935 Ikatan mendapatkan subsidi berupa uang, dan perlindungan ( diperkirakan tahun 1778) oleh Gubernur Jendral Belanda.
Pokok-pokok penting sejarah ikatan yang perlu di catat antara lain; keadaan politik pada masa itu, perubahan dalam badan pengurus, iklim dan kondisi bangunan ( tahun 1867) banyak koleksi-koleksi yang hilang, beberapa koleksi juga telah dibawa dari Indonesia ke negara lain ( dijadikan sebagai barang koleksi di negara dan koleksi sendiri).
Pada tahun 1846 para peneliti dari Ikatan menumpang guna mempelajari dan mengumpulkan benda-benda dari Bali ( masa perang puputan), sebagian barang-barang di gunakan sebagai deposit atau benda-benda tersebut dibawa oleh pemerintah Hindia Belanda. Tahun 1979 baru dijadikan sebagai monumen nasional dan tahun 1980 Ikatan memisahkan perpustakaan nasional dan museum nasional.
Sejarah Ikatan Seni Batavia
Berdasarkan makalahnya, Hans Corob menjelaskan bahwa arsip ikatan di simpan sebagai arsip nasional, publikasi oleh Venhardelingen berupa (esai, sebanyak 95 jilid), majalah ( 85 buah ), notulen rapat pengurus ( 60 jilid), dan buku tahunan ( 10 jilid), dan terdapat lebih kurang 3000 benda-benda peninggalan sejarah di museum dan buku-buku atau naskah di perpustakaan.
Beberapa Kasus
Hans Corob membagi menjadi shared heritage ( pembagian benda peninggalan sejarah ) yang telah menjadi warisan budaya bersama. Terdapat di Berlin, Laiden, dan Kongres ( tahun 2006) yang menampilkan filologi Indonesia, yang mesti memperhatikan peninggalan-peninggalan budaya bangsa, naskah-naskah Indonesia terdapat naskah dalam bentuk katologi, dan etnografi ( di Leaden ) yang dikoleksi di Jakarta memperlihatkan proses pengumpulan benda-benda sejarah dari Aceh, Sulawesi, Bali, dan Lombok. Dan devided heritage yang lebih mengacu pada arca-arca peninggalan Kerajaan Singosari ( tahun 1818) dan dipamerkan pada tahun 2005. Penelitian sumber-sumber arca yang dilakukan di Indonesia pada masa lalu, digunakan untuk mempelajari arsip-arsip Kerajaan Singosari.
Garis Besar
Biografi sejarah yang ditemukan tidak ada dalam keadaan bersih. Berdasarkan penelitiannya, arsip-arsip nasional dan perpustakaan nasional ( Ikatan Seni Batavia dan Ilmu Pengetahuan) berupa satu orang, organisasi yang terstruktur. Organisasi tersebut meneliti biografi amat berbeda hasilnya. Peneliti merasa bahwa Ikatan Batavia, masih hidup di bandingkan organisasi Belanda lainnya. Orang Belanda menganggap bahwa keseluruhan arsip dan benda-benda sejarah mesti di bawa ke Belanda sebagai bukti bahwa orang Belanda telah mengunjungi Indonesia. Mengenai arsip-arsip Nasional yang tidak dapat ditemukan lagi tetapi ada beberapa arsip lengkap termasuk dokumen yang telah diteliti dan dibacanya.
Hans Corob menerima data-data tersebut di Leaden, Belanda dan perpustakaan nasional, di Jakarta. Beberapa arsip yang tidak ditemukan misalnya program pertama ikatan ( ide ikatan) di cetak sebanyak 1200 eksemplar, di Indonesia tidak ditemukan satu pun namun setelah dikirim ke Indonesia, tidak ditemukan lagi. Di London, terdapat beberapa dokumen ( hanya satu eksemplar), arsip VOC di Jakarta, dan Den Haag ( berisi arsip kolonial Belanda pada abad 17 dan 18). Perpustakaan nasional dengan berbagai koleksi dalam keadaan hancur sedangkan dalam bidang restorasi terdapat di perpustakaan nasional.
Karena adanya keinginan politik, dalam Ikatan seni Batavia, maka VOC ( pada abad 19 dan 20 ) tidak dapat dipisahkan dari situasi politik antara Perancis dan Inggris yang mempunyai ikatan dengan Batavia yang mendorong dan menolong dari cengkraman Rafless di Batavia.
Sedangkan yang mempelopori adalah Gubernur Jendral Randells Market yang mencari temuan dan data-data tentang wilayah Indonesia. Institusi di Eropa pada saat itu, sedang mengembangkan data-data wilayah di Indonesia, mereka berusaha mencari tahu bentuk topografi wilayah Indonesia.
Sejarah Ikatan Batavia erat hubungannya dengan ekspansi sosial yang kemudian mengirim orang ( pegawainya ) ke Indonesia termasuk Rafless. Dari perjalanan tersebut, Rafles memperlihatkan gambaran tentang wilayah Indonesia. Melalui ekspansi militer ke Bali pada abad ke-19 ( Belanda sengaja membuat peperangan dengan tujuan untuk mencari harta benda, pengetahuan tentang Bali) di Aceh juga ditemukan banyak peninggalan benda-benda peninggalan sejarah yang di dapat melalui harta rampasan perang.Ekpedisi penelitian besar terjadi di Sumatera yang bertujuan untuk mencari data-data dan informasi mengenai wilayah Sumatera.
Shared heritage adalah konsep yang dipakai oleh Hans Corob karena mempertimbangkan masyarakat Belanda yang masih menganut paham konservatif ingin mengetahui lebih lanjut tentang Indonesia, agar tidak mengundang banyak pertanyaan maka masyarakat konservatif di Belanda mau memperlihatkan benda-benda peninggalan budaya “ tempoe doeloe”.
Epilog
Memang benar bahwa dokumentasi sejarah itu telah dibawa ke luar negeri. Tetapi, amat disayangkan para peneliti dan sejarahwan di negeri ini akan kesulitan dalam menemukan rangkaian sejarah masa lalu. Oleh sebab itu, apakah para kolektor dari Belanda berkenan mengembalikan ketangan para pribumi yang masih ingin memahami sejarah masa lalu lebih men-detail.

Penulis adalah Mahasiswi Sastra Inggris, tergabung dalam Forum Lintas Ilmu (FLI),Labor Penulisan Kreatif (LPK), dan waka II MPM KM UNAND.

No comments: