Thursday, March 13, 2008

fim

Stardust

ini dongeng untuk orang dewasa. Alkisah, di padang-padang rumput Inggris yang tenang, lama berselang, ada sebuah desa kecil yang selama 600 tahun berdiri di atas tonjolan batu granit. Di sebelah timur desa itu ada tembok batu yang tinggi. Itu sebabnya desa itu dinamai desa Tembok. Di desa itu, pemuda Tristran Thorn jatuh cinta pada si cantik Victoria Forester. Dan di sini pula, pada suatu senja bulan Oktober yang dingin, Tristran membuat janji pada si gadis. Janji gegabah yang membawanya berkelana ke negeri di balik tembok, menyeberang padang rumput, masuk ke Negeri Peri. Dan di sana dimulailah petualangan paling mendebarkan dalam hidupnya.

Dongeng untuk orang dewasa, itulah kata-kata yang memikat hati saya untuk memiliki novel Stardust. Saya penasaran kenapa novel ini disebut seperti itu.

Dongeng Neil Gaiman kali ini bermula dari suatu desa di pedalaman Inggris. Desa tersebut adalah desa yang luar biasa, bukan hanya karena dikelilingi tembok tinggi, tetapi juga karena di balik rimbunnya hutan yang terletak di sebelah desa, tersembunyi negeri para peri yang terlarang untuk dikunjungi.

Interaksi para peri dan manusia hanya terjadi sembilan tahun sekali, yaitu pada festival di padang yang memisahkan desa tembok dan hutan para peri. Pada festival inilah seorang putra petani, Dunstan Thorn (kelak menjadi ayah dari Tristan Thorn) terpikat oleh seorang gadis penjual bunga kristal.

Kisah cinta Dunstan Thorn dan gadis penjual bunga kristal berakhir seiring dengan berakhirnya festival. Namun akhir kisah cinta tersebut berujung pada kisah cinta lain, yang masih panjang dan penuh petualangan. Kisah cinta kedua tersebut adalah kisah cinta milik Tristan Thorn, pujaan hatinya Victoria Forrester, dan sebuah (atau seorang?) bintang jatuh...

Novel ini dikatakan sebagai dongeng karena di dalamnya Neil Gaiman menulis tentang pemuda di negeri yang jauh, Putri yang cantik, sihir, peri, hutan gaib, perjalanan penuh petualangan, pertarungan antara baik dan buruk, Raja, Ratu, cinta sejati dan bahagia selamanya. Khas impian anak-anak di masa kecil.

Kenapa dikatakan untuk dewasa? Saya tidak tau pasti alasan yang tepat. Mungkin karena sebelum limapuluh halaman pertama kita bisa menemukan adegan yang cukup membuat jantung berdebar:)Mungkin karena di dalamnya terdapat pembunuhan-pembunuhan keji karena perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh kakak kepada adiknya, atas perintah sang ayah. Mungkin karena konspirasi-konspirasi jahat demi mendapatkan sang bintang jatuh. Mungkin juga karena ketiga-tiganya.

Penilaian saya? Saya suka kisah ini, cukup menarik untuk membuat saya mengucapkan 'WOW' (sejak kapan kisah Gaiman tidak menarik?) Tapi setertarik-tertariknya saya akan kisah dongeng untuk dewasa ini, saya menyerah untuk membaca 'Stardust' sepenuh hati pada halaman 86, belum genap separuh halaman. Sisanya saya hanya bolak-balik halaman. Istilahnya membaca cepat, langsung ke bab terakhir. Untuk membolak-balik halaman itu pun perlu perjuangan loh! Inginnya sih saya tutup saja, geletakin di lantai dan saya tinggal tidur. Lalu bagaimana saya tau detailnya? Ya, karena saya membaca versi bahasa Inggrisnya.

Ada apa dengan versi Indonesianya?

Begini, setelah saya membaca versi Inggrisnya, saya menyadari bahwa Gaiman tidak memakai vocabulary yang 'biasa' ('biasa' itu seperti yang dipakai J.K. Rowling) kata-katanya khas dongeng jaman dulu (model Grimm or Anderson), membuat saya sering membuka kamus (ketauan deh ngga gape'). Nah, di Indonesia juga begitu, sang penerjemah berusaha menerjemahkannya dengan bahasa yang sedikit 'klasik' tapi tidak seperti Gaiman yang dengan penggunaan kata-kata klasik itu membuat saya merasa kisahnya lebih kuat (dan romantis), kata-kata dalam 'Stardust' membuat saya susah mengikuti alur cerita, dan akhirnya bosan.

Jadi kesimpulannya:
*Stardust by Neil Gaiman = Good
*Stardust - Serbuk Bintang = Not Good

Film Bergenre Fantasi

Ini adalah sebuah film petualangan fantasi yang akan membawa anda merasakan hangatnya bintang-bintang. Bukan bintang dalam arti konotatif, tapi sebaliknya. Bintang di sini nyata. Bintang jatuh itu bernama Yvaine (Claire Danes). Berawal dari seorang pemuda bernama Tristian (Charlie Cox) yang jatuh cinta pada kekasihnya, Victoria (Sienna Miller). Tapi sang kekasih malah minta dibawakan bintang sebagai pembuktian cintanya. Jika anda berpikir bahwa ini adalah kisah romantis ala Shakespeare, tunggu dulu, karena ini belum berakhir.

Tristian melewati perbatasan kampungnya, melewati lembah dan bukit untuk mencari bintang jatuh. Takdir mempertemukan keduanya, Tristian dan Yvaine. Tristian takjub, ternyata bintang jatuh itu berwujud seorang gadis cantik. Yang mengincar bintang jatuh bukanlah Tristian seorang. Ada penyihir jahat bernama Lamia (Michelle Pfeiffer) yang menginginkan khasiat bintang jatuh untuk awet muda dan empat pangeran Stormhold yang berlomba untuk mendapatkan si bintang jatuh demi syarat mendapatkan tahta kerajaan, namun akhirnya berguguran satu persatu.

Perburuan menjadi semakin tegang, intens dan ajaib manakala Tristian yang membantu Yvaine lolos dari semua jebakan si penyihir, bertemu dengan kapal angkasa penangkap petir yang dikomandoi oleh Kapten Shakespeare (Robert de Niro). Kapten Shakespeare yang terkenal keras dan berpredikat buruk itu malah membantu Tristian dan Yvaine. Sifat kelelakian itu langsung runtuh di mata Tristian manakala ia mengetahui bahwa sang kapten adalah pria kesepian yang baik hati dan butuh perhatian.

Petualangan terus berlanjut sampai Tristian mengajak Yvaine menuju desanya. Niat hati Tristian untuk mempersembahkan bintang jatuh pada Victoria menjadi pudar, karena cinta sesungguhnya Tristian tertambat di hati Yvaine. Demi menolong Yvaine, Tristian mengalahkan pangeran yang ternyata adalah pamannya dan menghabisi penyihir jahat. Pertanyaan besarnya adalah, siapa Tristian sebenarnya?

Spesial efek menjadi kekuatan di film ini. Seperti halnya film ber-genre fantasi petualangan, nuansa gelap dan hujan bercampur dengan cahaya bintang dan keajaiban, dapat kita temui di sini. Yang menjadi nilai plus lain adalah sense of humour sutradara Matthew Vaughn yang cukup cerdas. Bumbu komedi berupa celetukan, karakter, ekspresi dan gestur para tokohnya mempermanis cerita. Segar dan tidak membosankan. Matthew Vaughn mampu membubuhkan porsi yang pas, sehingga memperkuat cerita asli yang berawal dari novel karya Neil Gaiman ini. “It’s totally fun and inspiring!”

Oh iya, kalau anda ada waktu luang, berkunjunglah ke www.stardustmovie.com dan namakanlah satu dari milyaran bintang yang ada di angkasa. [hp]

No comments: