Memaknai Cinta
Tuhan memberi kaki untuk berjalan,
Mencari rezeki, menuntut ilmu
Seperti kupu-kupu yang berasal dari kepompong,
Berubah menjadi ulat, perlahan-lahan tumbuh sayapnya
Demikian pula cinta
Dimaknai dengan hakiki
Mengerti akan hati,
Cinta
Itu racun
“ya, ia mampu melumpuhkan mata hati”
“benar?”
“bukan tutur manis, namun racun mematikan mata hati”
“jika kau pandang dengan nafsu”
“bukan ketulusan
Ketika ruh melayang
Menempati rongga-rongga jiwa
Kau singgahi
Surga yang penuh kedamaian
Saat itu…
Tuhan menitipkan sekeping hati
Dari rongga jiwa yang sempit,
Dan tak mampu menopang,
Kotoran-kotoran dengan angkuh
Lalu menerjang sekeping hati
Ya, waktu itu ada bunga didadaku
Lalu, perlahan gugur
Ya, hatimu telah mati
Dan sungai-sungai kecil mengalir
Menjadi tetesan air mata
“Di situlah racun”
Sekeping hati yang dititipkan-Nya
Diubah menjadi racun mematikan
Bagi manusia yang tidak memahami arti
Apalagi memahami jiwanya
Apakah ia punya jiwa?
Apakah ia punya hati?
Lalu dengan hati itu pula
Ia mati
Tanpa ada senyuman
Hanya sekeping air mata
Ya, air mata
No comments:
Post a Comment