Saturday, March 15, 2008

Berkatadengancinta

Cahaya dalam kegalauan

Aku mahasiswa yang linglung menerobos kepedihan-kepedihan yang diutarakan oleh kehidupan, warna-warna gemerlap berubah menjadi gelap saat harus kuhadapi klimaks yang semakin rumit, namun bukan berarti tidak ada pertolongan?.Tuhan selalu memberiku pertolongan, bayangkan keputusasaan ku mencari lokasi yang cocok untuk kutempati agar aku tidak terlalu terganggu dan menganggu orang lain, itu kuceritakan pada seorang ibu yang hidup sederhana mengerti kalau kehidupan sekarang begitu keras, hanya dari pengalaman itu membuat kita semakin tumbuh dewasa. Aku akui, mereka selalu menyapaku dikala aku terlalu sibuk menghadapi beratnya tugas-tugas kuliah dan memberikan semangat baru.

”cahaya itu lebih baik dihampiri, dibandingkan kegelapan yang menjemukan, bahkan kau tertekan oleh dirimu sendiri, jadi pahamilah keadaan ”

Langit saat itupun meneteskan kesedihan, dikala kebohongan yang sengaja ditekan. Tapi, tiba-tiba seberkas ide yang kusampaikan telah mengungkap sebuah kebohongan terbesar,

”ketertutupanku pada kenyataan dan tekanan-tekanan ini membuat aku takut membebani kedua orang tuaku, persaingan antar pemilik kos didekat kampusku begitu ketat hingga aku kewalahan mencari ruangan yang tepat agar aku bisa berkonsentrasi dan menfokuskan kuliah, untung saja tugas-tugas kuliah yang diberikan dosen belum terlalu banyak. Aku memang bingung mengambil lokasi kecuali lokasi itu tenang dan membuatku tentram dalam belajar.

Teman-temanku hirau mengapa aku terlalu tenang, ketenangan ini hanya kudapatkan pada kekuatan cinta kedua orang tuaku yang selalu memberiku energi.Kebesaran cinta mereka memang tidak dapat digantikan oleh apa pun. Aku merasa sangat bersalah karena ketertutupanku. Kekuatan cinta itu membuatku terharu, apalagi jika persangkaanku terhadap Tuhan yang akan memberikan aku jalan keluar menghadapi kerasnya hidup dizaman kapitalis dan rakyat kecil tidak dapat bersuara, termasuk aku dengan keterbatasan gaji guru dan potongan gaji yang diterima ibuku, aku berusaha menutupi semua dengan bekerja paruh waktu menulis di salah satu media daerah dan menjual buku pesanan pelanggan dari Yogya.

Ya, kalaupun ada rezeki, aku bisa memenuhi kebutuhan pokokku. Diriku seolah-olah tidak terkendali saat menghadapi tekanan, hampir setiap tekanan yang keras membuat aku sakit-sakitan.

Hidup didunia ini tidaklah mudah, seperti membalik telapak tangan. Seperti hayalan seorang pemuda yang telah bertunangan, lalu menikah. Padahal, dibaliknya semua itu hanya kebohongan besar. Memanas-manasi dan aku bisa bertindak menggunakan logika, biarkan yang lainnya menjawab kebohongannya.

”mengapa selalu ada kebohongan, dibalik kebohongan atau pikiran anak kecil yang sesungguhnya tidak mampu menghadapi realita, atau kajian-kajian yang membuat pusing kepala. Padahal itu hanya pikirannya, apa salahnya aku mengungkapkan keberatan, meskipun aku wanita yang menghadapi tekanan-tekanan sendirian ditengah tingginya harga ilmu dan dibalik keterbatasan biaya. ”

Aku sering melihat, keputus asaan karena ketidak mengertian akan mata kuliah yang dianggap rumit dan ruang belajar darurat dengan biaya dua kali lipat. Lebih besar dibandingkan gaji seorang guru yang mendapatkan potongan dengan kesederhanaan dan keterbatasan.Namun, dibalik semua itu mereka memiliki semangat dengan kekuatan cinta yang tidak bisa digantikan oleh apa pun.

Mereka berusaha mengiba dan diam dengan janji-janji manis para koorporat yang menyumbat dan membiarkan keluarga-keluarga miskin ditelantarkna. Janji hanya tinggal janji, kebiadaban nasibkah?perjuangan-perjuangan itu terhenti tak kala tajamnya harga menerobos pasaran.

(bersambung)

No comments: